Tampilkan postingan dengan label by edward parulian gultom. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label by edward parulian gultom. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Mei 2013

sistem transportasi



LALU LINTAS DAN DAMPAKNYA
BAGI MASYARAKAT
I.            PENDAHULUAN


A. Latar Belakang 
Lalu lintas merupakan masalah penting karena lalu lintas adalah sarana untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila lalu lintas terganggu atau terjadi kemacetan, maka mobilitas masyarakat juga akan mengalami gangguan. Gangguan ini dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu dan dapat mengakibatkan polusi udara.
Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sangat penting, karena masalah ini adalah masalah sulit yang harus dipecahkan bersama. Apabila masalah lalu lintas tidak terpecahkan, maka masyarakat sendiri yang akan menanggung kerugiannya, dan apabila masalah ini dapat terpecahkan dengan baik, maka masyarakat sendiri yang akan mengambil manfaatnya.
Saat ini lalu lintas yang macet merupakan suatu kejadian yang biasa kita lihat baik di pagi hari, sore hari maupun di malam hari. Masalah ini terjadi karena pertambahan jumlah kendaraan dengan pertumbuhan jalan tidak seimbang sehingga selain menyebabkan kemacetan juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Masalah ini juga merupakan masalah lama yang sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat. Untuk itu perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat agar masalah ini cepat terselesaikan. Setiap individu berhak memikirkan masalah ini, karena sekecil apapun peran yang diberikan oleh individu tersebut tentu akan memberikan pengaruh yang besar bagi dunia lalu lintas agar menjadi lebih aman dan nyaman.
B. Masalah
Dalam keadaan yang seperti sekarang ini, sulit bagi kita untuk berharap agar kemacetan lalu lintas menjadi berkurang, apalagi hilang tak membekas. Masalah ini tidak terjadi karena satu faktor, melainkan banyak faktor yang saling berkaitan satu sama lain sehingga untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kerja keras setiap individu. Tiap individu tidak boleh mengandalkan individu lain, melainkan individu tersebut harus memikirkan cara atau solusi untuk mengatasi masalah klasik ini, bukannya membuat sebuah budaya baru yakni lebih mementingkan diri sendiri ketimbang memikirkan orang lain seperti saling serobot demi tidak terjebak dalam kemacetan. Nilai-nilai Pancasila yang mengalir di dalam diri mereka seharusnya dapat menjadikan mereka seorang yang lebih sempurna, yakni manusia yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta ber-Keadilan soaial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut nampaknya kini hilang tak membekas dalam diri setiap individu.
C. Tujuan
Makalah ini dibuat agar masyarakat pada umumnya dan bagi pelajar khususnya serta semua lapisan masyarakat untuk bersedia memikirkan masalah kemacetan lalu lintas yang semakin hari kondisinya semakain parah. Tidak hanya mengandalkannya kepada pemerintah saja, tetapi juga ikut menjadi bagian dari masalah ini, karena jika masyarakat hanya mengandalkannya kepada pemerintah saja, mungkin masalah ini membutuhkan waktu yang lama untuk terselesaikan.
Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar masyarakat mengetahui tentang sebab-sebab kemacetan di Indonesia, setelah itu masyarakat dapat mengetahui dampak yang ditimbulkannya bagi kehidupan mereka dan mengajak mereka untuk bersama-sama menyusun strategi dalam mengatasi masalah kemacetan.
 
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemacetan Lalu Lintas
Sebelum membahas tentang pengertian kemacetan lalu lintas, sebaiknya kita pelajari terlebih dulu pengertian dari lalu lintas itu sendiri. Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 1992, ditetapkan pengertian lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan.
Sedangkan pengertian dari kemacetan lalu lintas adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang banyak tentunya memiliki pengguna jalan dan mobilitas yang tinggi pula.
Dinas perhubungan DKI Jakarta mencatat, pertambahan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 11 persen per tahun sedangkan pertambahan jalan tak sampai 1 persen per tahunnya. 
B. Kedisiplinan Pengguna Jalan
Para pengguna jalan pasti menginginkan untuk cepat sampai di tujuan, sehingga kadang-kadang para pengguna jalan yang tidak sabar akan saling mendahului, bahkan mereka juga akan melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti menerobos lampu merah. Hal ini bukanlah tindakan yang patut diapresiasikan oleh para pengguna jalan karena hal ini bisa menyebabkan kecelakaan yang dapat membahayakan nyawa seseorang dan pada akhirnya peristiwa itu juga akan menyebabkan kemacetan lalu lintas. 

Di beberapa tempat seperti mall, pasar dan ditempat-tempa keramaian lainnya para pengguna jalan sering menyeberang jalan dengan tidak menggunakan jembatan penyeberangan. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas. Selain itu, juga banyak angkutan umum yang sering menaik dan menurunkan penumpang tidak pada tempatnya, seperti di perempatan jalan dan pertigaan jalan. Kedisiplinan para pengguna jalan memang masih sangat rendah, seharusnya mereka berusaha untuk memperbaiki kebiasaan buruk tersebut karena mereka tidak sendiri di jalan, ada ratusan bahkan ribuan pengguna jalan lainnya.
Pelita.com (2009) menyatakan Kesadaran hukum masyarakat dalam mentaati peraturan tentang lalu lintas masih sangat rendah. Masalah yang satu ini memang harus ditanamkan sejak dini, karena upaya untuk membangun kesadaran hukum masyarakat terkait ketertiban di jalan raya merupakan bagian yang tersulit dari seluruh aspek pembangunan.

C. Rasio Kendaraan dan Jalan
Berdasarkan data Ditlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta mencapai 6.506.244 buah. Jumlah itu merupakan gabungan dari beberapa jenis kendaraan. Mulai dari truk pengangkut barang yang jumlahnya mencapai 449.169 buah, lalu bus umum dengan jumlah 315.559 buah, hingga sepeda motor yang jumlahnya mencapai angka 3.276.890 buah. Sedangkan sisanya untuk mobil. Jumlah tersebut hanya untuk daerah DKI Jakarta saja, padahal Indonesia memiliki wilayah yang masih sangat luas. Ada Bandung yang merupakan salah satu kota besar di negeri ini dan jumlah kendaraan bermotor di sana juga tentu tidak akan kalah dengan jumlah kendaraan yang ada di DKI Jakarta.
Hal ini tentu bukanlah perbandingan yang setimbang karena pertumbuhan kendaraan masih sangat jauh di atas pertumbuhan jalan. Sehingga dengan kondisi yang seperti itu tentu kendaraan akan sulit tertampung dengan tertib pada ruas jalan yang telah tersedia. “Kondisi lalu lintas dan transportasi di Kota Bandung karut-marut meskipun rekayasa jalan sudah maksimal. Salah satu masalah pokoknya ialah pertumbuhan kendaraan bermotor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan jalan“ Putro (2009).
Selain jumlahnya yang tidak sebanding dengan jumlah jalan yang ada, komposisi kendaraan yang melewati sebuah jalan pun sangat tidak seimbang. Dari jumlah yang ada, lebih dari 90 persen didominasi oleh kendaraan pribadi, mulai dari sepeda motor, mobil tua hingga mobil mewah. Sementara sisanya merupakan jumlah dari kendaraan umum.
Parahnya lagi, dari jumlah tersebut juga masih banyak kendaraan umum yang sudah tidak layak pakai, sehingga keadaan seperti itu semakin memperkeruh situasi dengan banyaknya polusi udara. Selain jumlahnya yang kalah jauh dibanding jumlah kendaraan yang ada, kondisi jalan juga diperparah lagi oleh adanya kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu jalannya lalu lintas seperti adanya pasar tumpah serta pedagang kaki lima yang menjual dagangannya di sepanjang trotoar yang seharusnya digunakan untuk para pejalan kaki.
D. Dampak Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan lalu lintas sangatlah tidak disukai oleh semua masyarakat, karena kemacetan dapat menyebabkan banyak kerugian terhadap para pengguna jalan. Dampak kemacetan lalu lintas antara lain adalah pemborosan BBM, pemborosan waktu serta menimbulkan polusi udara. Pemborosann BBM terjadi karena kemacetan menyebabkan kendaraan menjadi terhambat sehingga terjadi pembakaran yang tidak efektif.
Misalnya yang seharusnya bensin 1 liter untuk menempuh jarak 10 km, maka bila terjadi kemacetan akan ada pemborosan setengah liter dengan harga Rp.2250. Itu untuk 1 orang, sedangakan pengguna jalan untuk wilayah Jakarta saja berdasarkan Ditlantas Polri tahun 2005, jumlah kendaraan bermotor ada sekitar 8,86 juta yang terdiri dari mobil sebesar 35,4 persen, bus sebesar 8 persen dan sepeda motor sebesar 5,35 persen.
Selain pemborosan BBM, bila terjadi kemacetan tentu kita juga akan rugi waktu. Misalnya jarak 60 km bisa kita tempuh hanya dengan waktu 1 jam, maka bila terjadi kemacetan dengan waktu yang sama mungkin kita hanya dapat menempuh jarak 10-20 km saja. “Alur lalu lintas yang mengular tampak hampir di setiap kawasan Jakarta dan sekitarnya. Kalau saja perjalanan dari rumah ke tempat kerja dan dari tempat kerja ke rumah menghabiskan waktu 1 jam, itu sudah dianggap bagus” Susanto (2008).
Jadi dampak yang ditimbulkan oleh kemacetan lalu lintas sangat banyak. Selain waktu dan biaya, kemacetan lalu lintas juga dapat menyebabkan stress dan menimbulkan emosi. Akibatnya pekerjaan pun menjadi terganggu. Kadang-kadang akibat terburu-buru akan terjadi kecelakaan yang dapat mengancam nyawa para pengguna jalan.
Kemacetan juga menyebabkan laju kendaraan menjadi lambat dan pembakaran pun menjadi lama, pembakaran yang lama akan menghasilkan karbondioksida sehingga akan menimbulkan polusi udara yanng semakin banyak. Karbondioksida mengandung racun yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat sehingga produktivitas menurun. Bila produktivitas menurun maka perekonomian juga akan terganggu.
Selain itu, kemacetan juga dapat mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya. Jadi dampak yang diakibatkan oleh kemacetan lalu lintas sangat luas, mulai dari bidang kesehatan, ekonomi hingga produktivitas kerja.
E. Peran Pemerintah
Urbanisasi dan angka kelahiran yang tinggi menyebabkan pertumbuhan penduduk menjadi tidak terkendali. Berarti pemerintah harus membatasi laju urbanisasi dan menekan angka kelahiran dengan cara menjalankan program keluarga berencana.
Bila pemerintah berhasil menangani laju urbanisasi dan angka kelahiran, maka jumlah pengguna jalan juga akan terkendali. Untuk mencegah semakin parahnya keadaan lalu lintas, pemerintah perlu megupayakan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memaksimalkan kendaraan umum, selain membangun ruas jalan baru, pemerintah juga harus menetapkan batas kecepatan suatu kendaraan untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan kemacetan.
Khisty dan Lall (2003: 214) menyatakan
Bayangkanlah suatu kendaraan melintas di suatu jalan tol pada pukul 03:00 dini hari. Kebetulan kendaraan ini adalah satu-satunya kendaraan yang melintas. Seandainya si pengemudi tidak menghiraukan batas kecepatan, ia dapat mengemudi pada kecepatan yang dikehendakinya sesuai dengan kondisi dan karakteristik kendaraan, kemampuan pengemudi, dan aspek-aspk geometris ruas jalan tersebut.

Disamping itu, pemerintah juga sebaiknya memperbaiki jalan yang rusak, memperlebar jalan, menambah jembatan peyeberangan dan memperbaiki jembatan penyeberangan yang rusak. Setelah semua itu terlaksana, pemerintah tetap tidak boleh langsung bersenang-senang, karena mereka juga masih harus memperbaiki rambu-rambu lalu lintas, memperbaiki lampu lalu lintas serta sebisa mungkin menjadikan halte agar dapat menjadi lebih aman dan nyaman.
Safrodin (2009) menyatakan
Program sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe (Sego Segawe) yang dicetuskan oleh Wali Kota Yogyakarta Herry Zudiyanto patut diberi apresiasi lebih. Selain punya misi untuk memelihara lingkungan, program ini juga berfungsi mengatasi kepadatan lalu lintas yang kian hari kian meresahkan.
Busway dibuat lebih efektif dengan menambahkan jumlah armada, sehingga penumpang tidak menunggu lama dan waktu tempuh menjadi lebih cepat atau lebih singkat. Selain itu pemerintah harus pula mengoptimalkan KA yang telah ada, meningkatkan pelayanan dan kenyamanannya baik di stasiun maupun di dalam KA itu sendiri, sehingga banyak penggua jalan yang mau berpindah dari kendaraan pribadi ke KA.
Peraturan ditegakkan sehingga penduduk menjadi lebih disiplin. Apabila ada kendaraan yang bersalah segera ditilang sesuai dengan aturan yang berlaku. Misalnya angkutan umum yang berhenti bukan di halte, kendaraan yang menerobos lampu merah, motor yang berada di jalur kanan serta pejalan kaki yang tidak disiplin juga harus didenda agar mereka merasa jera dengan apa yang telah mereka lakukan. ”Pembinaan dan penindakan terus dilakukan terhhadap pengendara kendaraann bermotor yanng melakukan pelanggaran. Tujuannya untuk menyadarkan masyarakat agar mentaati dan mematuhi peraturan yang ada. Umumnya pengguna jalan raya baru tertib jika ada petugas” Pelita.com (2009). Selain semua itu, pemerintah juga harus mengajak para pengguna jalan agar beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
F. Peran Pengguna Jalan
Para pengguna jalan juga dapat membantu pemerintah dalam menangani kemacetan lalu lintas seperti dengan beralih ke angkutan umum yang tersedia, bila tidak para pengguna kendaraan pribadi seharusnya mengikuti aturan agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lain.
Bagi pejalan kaki harus mau membiasakan diri berjalan di trotoar dan menyeberang di jembatan penyeberangan. Apabila ingin menggunakan angkutan umum, maka kita harus menghentikan angkutan tersebut di halte yang telah di sediakan, begitu pula bila kita hendak turun.
Untuk para supir hendaknya mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Supir angkutan umum tidak berhenti di sembarang tempat. Pada saat berhenti kendaraan dipinggirkan agar tidak mengganggu kendaraan lain dan jangan menjadikan perempatan atau pertigaan sebagai terminal. Pedagang kaki lima sebaiknya tidak berdagang di trotoar karena trotoar merupakan haknya pejalan kaki, begitu juga pejalan kaki untuk tidak membeli barang-barang di troatoar.
Apabila menggunakan kendaraan pribadi sebaiknya gunakan kendaraan yang kecil dan jangan mencoba untuk menerobs lampu merah jika terjadi kemacetan lalu lintas dan jangan menggunakan kendaraan pribadi untuk keperluan yang tidak penting.
Bagi pengguna sepeda motor selalu gunakanlah jalur kiri dan dengan kecepatan yang tidak tinggi. “Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus dan mobil terjadi di Tembalang, Semarang. Diduga bus dan mobil melaju dengan kecepatan yang tinggi” (Suara Merdeka 2009:X). Selain itu utamakanlah keselamatan anda dengan menggunakan peralatan keselamatan seperti helm.
Utomo (2009) menyatakan 

Polres Kulonprogo melihat kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan lalu lintas masih rendah. Terbukti dalam berkali-kali operasi lalu lintas, banyak pelanggar terjaring misalnya tak memakai helm dan tak mau menghentikan kendaraan mekipun lampu pengatur lalu lintas sedang menyala merah. Padahal menggunakan helm merupakan bagian dari kenyamanan dan keselamatan pengendara.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Lalu lintas sudah sedemikian macetnya. Dari tahun ke tahun kemacetan ini diperkirakan akan terus bertambah sebab pertambahan kendaraan bermotor 11 persen pertahun sedangkan pertambahan jalan hanya 1 persen pertahun. Dari perbandingan ini kita dapat membayangkan mengapa kemacetan lalu lintas itu sangat sulit untuk diatasi.
Untuk mengatasi kemacetan yang semakin bertambah bahkan untuk mengatasi terjadinya kemacetan total, maka seluruh masyarakat dan juga pemerintah harus segera memikirkan jalan keluarnya dari sekarang. Pemerintah harus bisa mengendalikan laju urbanisasi dan juga harus dapat menekan angka kelahiran secara serius. Pemerintah segera membangun jalan satu arah, serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan KA maupun Busway mulai dari sekarang. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya memperbaiki penegakan hukum tentang tata tertib berlalu lintas.
Masyarakat juga dapat membantu pemerintah dalam mengurangi kemacetan, misalnya dengan selalu tertib berlalu lintas, meningkatkan kesadaran hukum tentang lalu lintas serta juga dapat dilakukan dengan cara mematuhi semua peraturan lalu lintas. Bila semua itu dapat dilakukan dengan baik, mungkin kemacetan lalu lintas akan sedikit berkurang.
Kedisiplinan berlalu lintas para pengguna jalan memang masih sangat rendah. Hal ini merupakan salah satu masalah penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas. Dan itu sangat merugikan masyarakat karena kemacetan dapat menyebabkan pemborosan BBM, pemborosan waktu serta dapat menimbulkan polusi udara.

B.Saran
1. Pemerintah sebaiknya meningkatkan pelayanan angkutan umum, agar masyarakat tertarik untuk berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum
2. Melakukan pembatasan usia kendaraan karena jika kendaraan tersebut sudah terlalu tua, maka kendaraan tersebut menjadi tidak nyaman lagi
3. Penegakan hukum yang tegas terhadap pengguna jalan, pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang melanggar aturan
4. Aturan yang tegas dan ketat terhadap arus urbanisasi dengan cara yang lebih optimal, dan hukuman dipertegas apabila ada yang melanggar
5. Pemerintah juga sebaiknya memasukkan pendidikan berlalu lintas dalam lingkup sekolah dasar dan sekolah menengah.



Daftar Pustaka
Khisty, C. Jotin dan B. Kent Lall. 2003. Dasar-Dasar Rekayasa Lalu Lintas. Jil. 1. Jakarta: Erlangga.
Putro, Herpin Dewanto. 2009. “Lalu Lintas Bandung Kian Parah”. http://m.kompas.com/news/read/data/2009.08.26.1145232
Safrodin, Muhammad. 2009. “Tindak Lanjut Sego Segawe”. http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction
Suara Merdeka. 2009, 17 September. Bus Tabrak Taruna Di Jalan Tol. Hal.X
Susanto, Agus. 2008. “Yang Ingin Diatasi Kemacetan Lalu Lintas”. http://m.kompas.com/news/read/data/ 2008.07.10.02150830
Utomo, Nugroho Wahyu. 2009.”Rendah, Kesadaran Warga Patui Aturan Lalu Lintas”. http://suaramerdeka.com/v1/index/.php/read/cetak

Jumat, 07 Desember 2012

The Dreamliner and Specification about Boeing 787

Boeing 787, atau Dreamliner, adalah pesawat penumpang ukuran-sedang yang masih dalam pengembangan oleh Boeing Commercial Airplanes dan direncanakan akan memulai pelayanan pada 2008. Dia akan membawa antara 200 - 350 penumpang tergantung konfigurasi tempat duduk, dan akan lebih bahan bakar efisien dibandingkan dengan model-model sebelumnya. Dan juga dia menjadi pesawat penumpang pertama yang menggunakan material komposit di kebanyakan konstruksinya.
Sebelum 28 Januari 2005 787 dikenal dengan nama 7E7. Pada 26 April 2005 tampilan luar terakhir rancangan 787 dibekukan.
Pesawat ini menggunakan lampu berbasis LED untuk menerangi bagian interiornya. Lampu berbasis LED ini juga dipakai pada pesawat Airbus A350 series. Lampu jenis ini diperkirakan akan banyak dipakai dalam desain pesawat masa depan.
Pesawat ini juga menggunakan teknologi "smart glass" / "smart windows" yang memungkinkan tampilan jendela untuk memudar / kembali ke normal secara halus.

Rancangan Pesawat

Pesawat dirancang agar sangat ramah lingkungan. Menurut Boeing, material pesawat ini terbuat dari serat karbon (carbon fibre) yang ramah lingkungan. Pesawat ini juga irit bahan bakar, mampu menempuh jarak dua kali jarak tempuh Boeing 777. Lampu yang digunakan oleh pesawat ini juga sangat ramah lingkungan.

Mesin

Pesawat ini menggunakan mesin Rolls-Royce Trent 1000 dan mesin General Electric GEnx 2B-12 yang inovatif. Pesawat ini juga mempunyai radar Honeywell versi terbaru yang dirancang untuk memantau cuaca di depan pesawat dengan jarak 100.000 meter (100 km).

Peluncuran

Maskapai penerbangan asal Jepang, ANA (All Nippon Airways) menjadi maskapai pemakai pertama. ANA memesan 50 buah Boeing 787. Boeing saat ini belum menyerahkan pesanan pesawat tersebut kepada ANA. Padahal, di fasilitas perakitan akhir Everett (Boeing Everett Assembly), ada sekitar 16 unit Boeing 787 yang siap dikirim. Menurut wakil presiden Boeing, pesawat-pesawat tersebut baru akan dikirim pada tahun 2011. Ini terkait peristiwa meledaknya mesin Rolls-Royce Trent 1000 yang memaksa Boeing memeriksa mesin-mesin yang sudah terpasang di pesawat-pesawat tersebut.
Pada tanggal 2 Juli 2011, Boeing 787 pertama berangkat dari Boeing Everett Factory ke Bandar Udara Internasional Narita (Narita Airport), Jepang. Pesawat dikirim ke ANA untuk uji coba sekaligus juga mengirim pesawat dengan tugas di Jepang atau Service Ready Operational Validation (SROV). Pesawat tersebut mendarat pada tanggal 3 Juli 2011. Tugas ini dimaksudkan untuk menguji kelayakan pesawat dalam mengangkut penumpang dan daerah di Jepang dan selesai pada tanggal 28 Agustus 2011.pesawat memulai operasinya pada tanggal 28 September.

Boeing 787 milik ANA

Varian


Perayaan Boeing 787 Dreamliner
Boeing telah memiliki tiga varian 787 sejak peluncuran program pada 2004. 787-8 dijadwalkan untuk masuk layanan pada 2011, sedangkan 787-9 akan diluncurkan pada 2013.
  • 787-8
787-8 adalah model dasar dari keluarga 787, dengan panjang 57 meter (186 kaki) dan lebar sayap 60 meter (197 kaki) dam memiliki jarak tempuh 14.200 hingga 15.200 kilometer (17.650 hingga 8.200 nautical mile), tergantung pada jumlah tempat duduk. 787-8 memiliki 210 kursi penumpang dalam konfigurasi tiga kelas. Varian ini akan menjadi yang pertama dalam keluarga 787 untuk memasuki layanan pada 2011. Boeing 787-8 ditargetkan untuk menggantikan 767-200ER dan 767-300ER, serta memperluas ke pasar non-stop terbaru dimana pesawat yang lebih besar tidak akan ekonomis. Sebagian besar dari pesanan 787 adalah untuk 787-8.
  • 787-9
787-9 akan menjadi varian pertama 787 yang ditarik atau "pesawat diperpanjang", jumlah tempat duduk mencapai 250-290 kursi dengan jarak tempuh 14.800 hingga 15.750 kilometer (8.000 hingga 8.500 nautical mile). Varian ini berbeda dari 787-8 dalam beberapa hal, seperti penguatan struktur, pesawat yang diperpanjang, kapasitas bahan bakar yang lebih besar, memiliki berat maksimum lepas landas (MTOW, Maximum Take Off Weight) yang lebih besar, tetapi memiliki lebar sayap yang sama dengan 787-8. Tanggal untuk masuk ke layanan (EIS, Entry Into Service), awalnya direncanakan pada 2010, tetapi kemudian diundur ke awal 2013 pada Desember 2008. Boeing menargetkan untuk bersaing dengan Airbus A330 dan menggantikan produk mereka sendiri, 767-400ER. Seperti 787-8, juga akan membuka rute non-stop baru, terbang dengan lebih banyak kargo dan penumpang yang sedikit lebih efisien dibandingkan dengan 777-200ER dan A340-300. Konfigurasi perusahaan telah diselesaikan pada 1 Juli 2010.

Varian lain

787-3


Boeing 787-3
Varian ini dirancang untuk memiliki 290 kursi penumpang dalam konfigurasi dua kelas dan untuk penerbangan jarak pendek, dengan jarak tempuh 4.650 hingga 5.650 kilometer (2.500 hingga 3.050 nautical mile) dengan kondisi terisi penuh. Ia dirancang untuk menggantikan Airbus A300/A310 dan Boeing 757-300/767-200 pada rute regional dari bandara dengan jarak gerbang (gate) terbatas. Hal ini akan menggunakan pesawat yang sama dengan 787-8, meskipun di beberapa bagian pesawat diperkuat. Sayapnya berasal dari 787-8 dengan tambahan winglet/lentik, menggantikan bentuk ujung sayap yang biasa. Perubahan ini akan mengurangi lebar sayap sekitar 7,6 meter (25 kaki) yang memungkinkan 787-3 untuk masuk ke gerbang domestik yang lebih jauh, khususnya di Jepang. Namun, karena kendala produksi dan teknis yang masih dialami Boeing 787, varian ini dibatalkan pada Desember 2010 lalu.
info lebih lanjut dapat anda download pada page dibawah ini:

http://www.scribd.com/doc/113482537/AERO-2012q3-Article2

Rabu, 24 Oktober 2012

perencananaan pondasi jembatan

Menentukan suatu pondsi yang cocok untuk membangun suatu jembatan memang dibutuhkan perhitungan yang sulit, maka dari itu untuk mempermudah pengerjaan saya berikan panduan agar berguna untuk anda .






Untuk info lebih lanjut kunjungi alamat di bawah ini:

http://www.scribd.com/doc/110600725/perencanaan-jembatan

Selasa, 16 Oktober 2012

Pondasi Tapak Bujur Sangkar

baru belajar upload file nie software buat anda yang ingin memperdalam ilmu sipil saya lampirkan file di website dibawah ini:

mohon dikunjungi.

dowload this file: 
http://www.scribd.com/doc/110176458/HitiungFondasiTapakbujursangkar2-1

Sabtu, 20 Agustus 2011

Cara kerja alat sondir menurut "Badan Standardisasi Nasional"

Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir
ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional

I Daftar isi
Daftar isi ........................................................................................................................i
Prakata ..........................................................................................................................iii
Pendahuluan .................................................................................................................iv
1 Ruang lingkup .............................................................................................................1
2 Istilah dan definisi …....................................................................................................1
3 Ketentuan dan persyaratan ....................................................................................... 2
3.1 Peralatan penetrometer konus ................................................................................ 2
3.1.1 Konus ....................................................................................................... 2
3.1.2 Selimut bidang geser ............................................................................... 2
3.1.3 Bahan baja ............................................................................................... 3
3.1.4 Pipa dorong.............................................................................................. 3
3.1.5 Batang dalam........................................................................................... 3
3.1.6 Mesin pembeban hidraulik ....................................................................... 3
3.2 Pengujian ........................................................................................................... 5
3.2.1 Batasan peralatan dan pengujian .............................................................. 5
3.2.2 Kalibrasi ................................................................................................... 5
3.2.3 Petugas ................................................................................................... 5
3.2.4 Penanggung jawab pengujian ................................................................. 6
4 Cara pengujian ......................................................................................................... 6
4.1 Persiapan pengujian .......................................................................................... 6
4.2 Prosedur pengujian............................................................................................. 6
4.2.1 Pengujian penetrasi konus ganda............................................................ 6
4.2.2 Pembacaan hasil pengujian ..................................................................... 6
4.2.3 Pengulangan langkah-langkah pengujian ................................................ 7
4.2.4 Penyelesaian pengujian ........................................................................... 7
5 Perhitungan .............................................................................................................. 7
5.1 Rumus-rumus perhitungan ................................................................................ 7
5.1.1 Perlawanan konus (qc) ............................................................................. 7
5.1.2 Perlawanan geser (fs)............................................................................... 8
5.1.3 Angka banding geser (Rf)......................................................................... 8
5.1.4 Geseran total (Tf) ..................................................................................... 8
5.2 Prosedur perhitungan ......................................................................................... 10
5.2.1 Cara perhitungan ..................................................................................... 10
5.2.2 Cara penggambaran hasil uji penetrasi konus......................................... 10
6 Laporan uji ................................................................................................................ 10

II lampiran
Lampiran A Bagan alir cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir (normatif) ...... 11
Lampiran B Contoh formulir uji penetrasi konus statik (sondir) (informatif) ................... 12
Lampiran C Tabel daftar deviasi teknis dan penjelasannya (informatif) ..................... 16
Bibliografi ...................................................................................................................... 17

III Prakata
Standar berjudul Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir merupakan revisi dari SNI 03-2827-1992, Metode Pengujian Lapangan dengan alat sondir, dengan perubahan pada judul, penambahan Istilah dan definisi, penambahan dan revisi beberapa materi mengenai Persyaratan dan Ketentuan serta cara pengujian, penjelasan rumus, pembuatan bagan alir, perbaikan gambar dan pembuatan contoh formulir.
Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
pada Sub Panitia Teknk Bidang Sumber Daya Air. Tata cara penulisan disusun mengikuti PSN 08:2007 dan dibahas pada forum rapat konsensus pada tanggal 16 November 2006 di Bandung dengan melibatkan para nara sumber, pakar dan lembaga terkait.

IV Pendahuluan
Dalam desain struktur tanah fondasi sering dilakukan analisis stabilitas dan perhitungan
desain fondasi suatu bangunan dengan menggunakan parameter tanah baik tegangan total
maupun tegangan efektif. Parameter perlawanan penetrasi dapat diperoleh dengan berbagai
cara. Dalam melakukan uji penetrasi lapangan ini digunakan metode pengujian lapangan
dengan alat sondir (SNI 03-2827-1992) yang berlaku baik untuk alat penetrasi konus tunggal
maupun ganda yang ditekan secara mekanik (hidraulik). Peralatan uji penetrasi ini antara
lain terdiri atas peralatan penetrasi konus, bidang geser, bahan baja, pipa dorong, batang
dalam, mesin pembeban hidraulik, dan perlengkapan lainnya. Mengingat diperlukannya
parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah di lapangan untuk keperluan interpretasi
perlapisan tanah dan bagian dari desain fondasi suatu bangunan, perlu disusun revisi
standar berjudul “Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir”.

Cara uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam uji laboratorium geser
dengan cara uji langsung terkonsolidasi dengan drainase pada benda uji tanah.
Tujuannya adalah untuk memperoleh parameter-parameter perlawanan penetrasi lapisan
tanah di lapangan, dengan alat sondir (penetrasi quasi statik). Parameter tersebut berupa
perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka banding geser (Rf), dan geseran
total tanah (Tf), yang dapat dipergunakan untuk interpretasi perlapisan tanah dan bagian
dari desain fondasi.
Standar ini diharapkan bermanfaat bagi para laboran atau tenaga teknisi yang berhubungan
dengan penyelidikan geoteknik, para pendesain bangunan dan pihak-pihak terkait lainnya.

Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir

1 Ruang lingkup
Tabel Klasifikasi
Standar ini menetapkan cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir, untuk memperoleh
parameter-parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah di lapangan, dengan alat sondir
(penetrasi quasi statik). Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan
geser (fs), angka banding geser (Rf), dan geseran total tanah (Tf), yang dapat digunakan
untuk interpretasi perlapisan tanah yang merupakan bagian dari desain fondasi.
Standar ini menguraikan tentang prinsip-prinsip cara uji penetrasi lapangan dengan alat
sondir meliputi: sistem peralatan uji penetrasi di lapangan dan perlengkapan lainnya;
persyaratan peralatan dan pengujian; cara uji; perhitungan parameter perlawanan penetrasi
lapisan tanah; laporan uji; dan contoh uji. Cara uji ini berlaku baik untuk alat penetrasi konus
tunggal maupun ganda yang ditekan secara mekanik (hidraulik).

2 Istilah dan definisi
Istilah dan definisi yang berkaitan dengan standar ini adalah sebagai berikut.

2.1 Angka banding geser (Rf)
Perbandingan antara perlawanan geser dan perlawanan konus (fs/qc), dinyatakan dalam
persen.

2.2 Gigi dorong
Gigi yang mendorong penekan hidraulik melalui suatu roda gigi yang merupakan bagian dari alat ukur penetrasi.

2.3 Kekuatan geser tanah
Tahanan atau tegangan geser maksimum yang dapat ditahan oleh tanah pada kondisi pembebanan tertentu.

2.4 Konus
Ujung alat penetrasi yang berbentuk kerucut untuk menahan perlawanan tanah.

2.5 Penetrometer konus ganda
Alat penetrasi konus dengan sondir untuk mengukur komponen perlawanan ujung dan perlawanan geser lokal terhadap gerakan penetrasi.

2.6 Penetrometer konus tunggal
Alat penetrasi konus dengan sondir untuk mengukur komponen perlawanan ujung terhadap gerakan penetrasi.

2.7 Penyondiran
Proses Penyondiran
Serangkaian pengujian penetrasi yang dilakukan di suatu lokasi dengan menggunakan alat penetrasi konus.

2.8 Perlawanan geser (fs)
Nilai perlawanan terhadap gerakan penetrasi akibat geseran yang besarnya sama dengan gaya vertikal, yang bekerja pada bidang geser dibagi dengan luas permukaan selimut geser; perlawanan ini terdiri atas jumlah geseran dan gaya adhesi.
.
2.9 Perlawanan konus atau perlawanan daya dukung (qc)
Perlawanan penetrasi konus
Nilai perlawanan terhadap gerakan penetrasi konus yang besarnya sama dengan gaya vertikal yang bekerja pada konus dibagi dengan luas ujung konus.

2.10 Selimut (bidang) geser
Bagian ujung alat ukur penetrasi ganda, tempat terjadinya perlawanan geser lokal.

2.11 Tegangan geser tanah
Perlawanan tanah terhadap deformasi bila diberi tegangan geser.

3 Ketentuan dan persyaratan

3.1 Peralatan penetrometer konus
3.1.1 Konus
Konus yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (lihat Gambar 1):
a) keadaan tertekan b) keadaan terbentang

Gambar 1 Rincian konus ganda
1) Ujung konus bersusut 600 ± 50 ;
2) Ukuran diameter konus adalah 35,7 mm ± 0,4 mm atau luas proyeksi konus = 10 cm2;
3) Bagian runcing ujung konus berjari-jari kurang dari 3 mm. Konus ganda harus
terbuat dari baja dengan tipe dan kekerasan yang cocok untuk menahan abrasi dari
tanah;
Skema Penyondiran

3.1.2 Selimut (bidang) geser
Selimut (bidang) geser yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Ukuran diameter luar selimut geser adalah 35,7 mm ditambah dengan 0 mm s.d 0,5 mm;
b) Proyeksi ujung alat ukur penetrasi tidak boleh melebihi diameter selimut geser;
c) Luas permukaan selimut geser adalah 150 cm2 ± 3 cm2;
d) Sambungan-sambungan harus didesain aman terhadap masuknya tanah.
a) Selimut geser pipa harus mempunyai kekasaran sebesar 0,5 μ m AA ± 50 %.

3.1.3 Pipa dorong
Batang-batang yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Pipa terbuat dari bahan baja dengan panjang 1,00 m;
b) Pipa harus menerus sampai konus ganda agar penampang pipa tidak tertekuk jika
disondir/didorong;
c) Ukuran diameter luar pipa tidak boleh lebih besar daripada diameter dasar konus ganda
untuk jarak minimum 0,3 m di atas puncak selimut geser;
d) Setiap pipa sondir harus mempunyai diameter dalam yang tetap;
e) Pipa-pipa tersambung satu dengan yang lainnya dengan penyekrupan, sehingga
terbentuk rangkaian pipa kaku yang lurus;
f) Pipa bagian dalam harus dilumasi untuk mencegah korosi.

3.1.4 Batang dalam
Proses Penekanan Batang

Batang-batang dalam yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Batang dalam terbuat dari bahan baja dan terletak di dalam pipa dorong;
b) Batang-batang dalam harus mempunyai diameter luar yang konstan;
c) Panjang batang-batang dalam sama dengan panjang pipa-pipa dorong dengan
perbedaan kira-kira 0,1 mm;
d) Batang dalam mempunyai penampang melintang yang dapat menyalurkan perlawanan konus tanpa mengalami tekuk atau kerusakan lain;
e) Jarak ruangan antara batang dalam dan pipa dorong harus berkisar antara 0,5 mm dan 1,0 mm;
f) Pipa dorong dan batang dalam harus dilumasi dengan minyak pelumas untuk mencegah korosi;
g) Pipa dorong dan batang dalam harus bersih dari butiran-butiran untuk mencegah
gesekan antara batang dalam dan pipa dorong.


3.1.5 Mesin pembeban hidraulik
Mesin pembeban yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (lihat
Mesin hidrolik
Gambar di samping):
a) Rangka mesin pembeban harus dijepit oleh 2 buah batang penjepit yang diletakkan
pada masing-masing jangkar helikoidal agar tidak bergerak pada waktu pengujian;
b) Rangka mesin pembeban berfungsi sebagai dudukan sistem penekan hidraulik yang
dapat digerakkan naik/turun;
c) Sistem penekan hidraulik terdiri atas engkol pemutar, rantai, roda gigi, gerigi dorong dan penekan hidraulik yang berfungsi untuk mendorong/menarik batang dalam dan pipa
dorong;
d) Pada penekan hidraulik terpasang 2 buah manometer yang digunakan untuk membaca tekanan hidraulik yang terjadi pada waktu penekanan batang dalam, pipa dorong dan konus (tunggal atau ganda). Untuk pembacaan tekanan rendah disarankan
menggunakan manometer berkapasitas 0 Mpa s.d 2 MPa dengan ketelitian 0,05 Mpa.
Untuk pembacaan tekanan menengah digunakan manometer berkapasitas 0 MPa s.d 5
MPa dengan ketelitian 0,05 MPa, dan untuk pembacaan tekanan tinggi digunakan
manometer berkapasitas 0 MPa s.d 25 MPa dengan ketelitian 0,1 MPa.

Gambar 2 Rangkaian alat penetrasi konus (sondir Belanda)
3.2 Pengujian
3.2.1 Batasan peralatan dan perlengkapan
Persyaratan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a) Ketelitian peralatan ukur dengan koreksi sekitar 5 %;
b) Deviasi standar pada alat penetrasi secara mekanik:
1) untuk perlawanan konus (qc) adalah 10 %;
2) untuk perlawanan geser (fs) adalah 20 %;
c) Alat ukur harus dapat mengukur perlawanan penetrasi di permukaan dengan dilengkapi alat yang sesuai, seperti mesin pembeban hidraulik;

Gambar 3 Rincian penekan hidraulik
d) Alat perlengkapan mesin pembeban harus mempunyai kekakuan yang memadai, dan
diletakkan di atas dudukan yang kokoh serta tidak berubah arah pada waktu pengujian;
e) Pada alat sondir ringan (< 200 kg) biasanya tidak dapat tembus untuk 2 m s.d 3 m
sehingga datanya tidak bermanfaat;
f) Pada alat sondir berat (> 200 kg) digunakan sistem angker; namun di daerah tanah
lunak tidak dapat digunakan kecuali dengan pemberian beban menggunakan karungkarung pasir.

3.2.2 Kalibrasi
Semua alat ukur harus dikalibrasi minimum 1 kali dalam 3 tahun dan pada saat diperlukan,
sesuai dengan persyaratan kalibrasi yang berlaku.


3.2.3 Petugas
Petugas pengujian ini adalah laboran atau teknisi yang memenuhi persyaratan kompetensi
yang berlaku dalam pengujian penetrasi lapangan dengan alat sondir, dan diawasi oleh ahli
geoteknik.


4 Cara pengujian

4.1 Persiapan pengujian
Lakukan persiapan pengujian sondir di lapangan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Siapkan lubang untuk penusukan konus pertama kalinya, biasanya digali dengan linggis
sedalam sekitar 5 cm;
b) Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan yang tepat sesuai dengan
letak rangka pembeban;
c) Setel rangka pembeban, sehingga kedudukan rangka berdiri vertikal;
d) Pasang manometer 0 MPa s.d 2 MPa dan manometer 0 MPa s.d 5 MPa untuk
penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0 MPa s.d 5 MPa dan manometer 0
MPa s.d 25 MPa untuk penyondiran tanah keras;
e) Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan kunci piston,
dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem;
f) Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di atasnya;
g) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar baut
pengecang, sehingga rangka pembeban berdiri kokoh dan terikat kuat pada permukaan
tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian, tambahkan beban mati di atas
balok-balok penjepit;
h) Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala pipa
dorong; dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar sekitar 8 cm di atas
kepala pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa ditambah dengan potongan besi
berdiameter sama dengan batang dalam.

4.2 Prosedur pengujian
4.2.1 Pengujian penetrasi konus
Lakukan pengujian penetrasi konus ganda dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat;
b) Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik
hanya akan menekan pipa dorong;
c) Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian;
d) Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci
pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan batang dalam saja (kedudukan 1,
lihat Gambar 5);
e) Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan batang pipa dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.

4.2.2 Pembacaan hasil pengujian
Lakukan pembacaan hasil pengujian penetrasi konus sebagai berikut:
1) Baca nilai perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm
pertama (kedudukan 2, lihat Gambar 4) dan catat pada formulir (Lampiran C) pada
kolom Cw ;
2) Baca jumlah nilai perlawanan geser dan nilai perlawanan konus pada penekan batang sedalam kira-kira 4 cm yang ke-dua (kedudukan 3, lihat Gambar 4) dan catat pada formulir (Lampiran C) pada kolom Tw.

Gambar 4 Kedudukan pergerakan konus pada waktu pengujian sondir
Penurunan Muka Air Tanah

4.2.3 Pengulangan langkah-langkah pengujian
Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat.

4.2.4 Penyelesaian pengujian
a) Cabut pipa dorong, batang dalam dan konus ganda dengan mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol berlawanan arah jarum jam.
b) Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.


5 Perhitungan

5.1 Rumus-rumus perhitungan
Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan berlaku hokum Aksi Reaksi (persamaan 10), seperti yang digunakan untuk perhitungan nilai perlawanan konus dan nilai perlawanan geser di bawah ini.
Qc= Nilai Konus

5.1.1 Perlawanan konus (qc)
Nilai perlawanan konus (qc) dengan ujung konus saja yang terdorong, dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Pkonus = P piston ................................................................................. (1)
qc x Ac = Cw x Api
qc = Cw x Api / Ac ........................................................................... (2)
Api = π (Dpi )2 / 4 ................................................................................ (3)
Ac = π (Dc)2 / 4 ................................................................................. (4)

5.1.2 Perlawanan geser (fs)
Nilai perlawanan geser lokal diperoleh bila ujung konus dan bidang geser terdorong
bersamaan, dan dihitung dengan menggunakan persamaan :
Pkonus + Pgeser = Ppiston .......................................................................... .. (5)
(qc x Ac) + (fs x As) = Tw x Api
(Cw x Api) + (fs x As) = Tw x Api
fs = Kw x Api / As .......................................................................... (6)
As = π Ds Ls ................................................................................ (7)
Kw = (Tw - Cw ) .............................................................................. (8)


5.1.3 Angka banding geser (Rf)
Angka banding geser diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan geser local (fs) dengan perlawanan konus (qs), dan dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rf = (fs / qs ) x 100 ............................................................................ (9)

5.1.4 Geseran total (Tf)
Nilai geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung dengan menggunakan persamaan :
Tf = (fs x interval pembacaan) .......................................................... (10)
dengan :
Cw : pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (kPa);
Tw : pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser (kPa);
Kw : selisih dengan (kPa);
Pkonus : gaya pada ujung konus (kN);
Ppiston : gaya pada piston (kN);
qc : perlawanan konus (kPa);
fs : perlawanan geser lokal (kPa);
Rf : angka banding geser (%);
Tf : geseran total (kPa);
Api : luas penampang piston (cm2);
Dpi : diameter piston (cm);
Ac : luas penampang konus (cm2);
Dc = Ds : diameter konus sama dengan diameter selimut geser (cm);
As : luas selimut geser (cm2);
Ds : diameter selimut geser (cm);
Ls : panjang selimut geser (cm).

5.2 Prosedur perhitungan
Lakukan perhitungan perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka banding geser (Rf), dan geseran total (Tf) tanah dan penggambaran hasil pengujian dengan tahapan
berikut.

5.2.1 Cara perhitungan
a) Hitung perlawanan konus (qc) bila ujung konus saja yang terdorong dengan
menggunakan persamaan (1) s.d (4).
b) Hitung perlawanan geser (fs) lokal bila ujung konus dan bidang geser terdorong
bersamaan dengan menggunakan persamaan (5) s.d (8).
c) Hitung angka banding geser (Rf) dengan menggunakan persamaan (9).
d) Hitung geseran total (Tf) tanah dengan menggunakan persamaan (10).


Penampang Tanah
5.2.2 Cara penggambaran hasil uji penetrasi konus
a) Gambarkan grafik hubungan antara variasi perlawanan konus (qc) dengan kedalaman
(meter).
b) Untuk uji sondir dengan konus ganda gambarkan hubungan antara perlawanan geser
(fs) dengan kedalaman dan geseran total (Tf) dengan kedalaman.
c) Apabila diperlukan rincian tanah yang diperkirakan dari data perlawanan konus dan
perlawanan geser, gambarkan grafik hubungan antara angka banding geser dengan .
kedalaman.
d) Tempatkan grafik-grafik dari sub butir a), b) dan c) di atas pada satu lembar gambar
dengan skala kedalaman yang sama.

6 Laporan uji
Hasil uji sondir dilaporkan dalam bentuk formulir seperti diperlihatkan dalam Lampiran C,
yang memuat hal-hal sebagai berikut:
a) Nama pekerjaan dan lokasi pekerjaan, dan tanggal pengujian;
b) Nama penguji, nama pengawas, dan nama penanggung jawab hasil uji dengan disertai tanda tangan (paraf) yang jelas;
c) Jumlah pengujian, koordinat lokasi atau sketsa situasi letak, elevasi tanah dan muka air tanah (bila memungkinkan);
d) Tipe ujung alat penetrasi yang digunakan, tipe mesin bercabang, informasi kalibrasi
ujung alat dan cabang atau kedua-duanya;
e) Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.


Lampiran A
(normatif)
Bagan alir cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir

MULAI UJI SONDIR
1. Persiapan sebelum pengujian
a) Siapkan lubang sedalam 65 cm untuk penusukan pertama.
b) Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah sesuai letak rangka pembeban.
c) Setel rangka pembeban, sehingga pembeban berdiri vertikal
d) Pasang manometer untuk tanah lunak 0 s.d 2 MPa dan 0 s.d 5 MPa atau untuk tanah keras 0 s.d 5MPa dan 0 s.d 20 MPa
e) Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan kunci piston, dan bila kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem.
f) Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di atasnya.
g) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar baut pengencang
h) Sambungkan konus ganda dengan batang dalam dan batang dorong serta kepala pipa dorong.

2. Prosedur pengujian (penekanan pipa dorong)
a) Dirikan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat.
b) Dorong / tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.
c) Putar engkol searah jarum jam (kecepatan 10 s.d 20 mm/s), sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian.
d) Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik menekan batang dalam saja (kedudukan 1, Gambar 4).


3. Prosedur pengujian (penekanan batang dalam)
a) Baca perlawanan konus pada penekan batang dalam, sedalam kira-kira 4 cm pertama (kedudukan 2, Gambar 4) dan catat pada formulir (Lampiran B) pada kolom Cw.
b) Baca jumlah perlawanan geser dan perlawanan konus pada penekan batang sedalam ± 4 cm yang ke-dua (kedudukan 3, Gambar 4) dan catat pada formulir
(Lampiran B) pada kolom Tw.


Lampiran C
(informatif)
Tabel daftar deviasi teknis dan penjelasannya
No. Materi Sebelum Revisi
1. Judul Metode pengujian
Penetrasi dengan alat SPT
Cara uji penetrasi lapangan dengan alat SPT
2. Format Format SNI Tetap
3. Acuan normatif Ada ASTM yang terkait dipindah ke Bibliografi.
4. Istilah dan definisi Sudah ada Perbaikan sedikit pada beberapa penjelasan, disusun menurut abjad.
5. - Penjelasan rumus dan gambar
    - Penjelasan cara kerja peralatan, bagan alir cara uji, dan contoh uji. Sudah ada Lengkapi penjelasan rumus dan gambar, serta cara kerja peralatan secara skematis.
6. Rumus Sudah ada Lengkapi rumus dengan gambar dan satuan serta
perhitungannya.
7. Gambar Gambar masih kurang jelas Perbaiki, lengkapi dan perjelas gambar-gambar cara kerja alat, bagan alir cara kerja dan cantumkan sumbernya.
8. Contoh Formulir Belum lengkap Penambahan contoh uji/ perhitungan (Lampiran C).

Tambahan dari semua lampiran di atas lampiran tersebut berguna dalam perhitungan pondasi:

Pondasi Tower
Peranan pondasi turut menentukan usia dan ke stabilan suatu konstruksi bangunannya. Dalam dekade terakhir ini sistem pondasi telah berkembang dengan bermacam variasi. Tapi hanya sedikit yang menampil kan sistem pondasi untuk mengatasi masalah membangun konstruksi di atas tanah lembek.

Pondasi tersebut dapat digunakan dalam berbagai bidang kontruksi bangunan seperti:
  • Pada bangunan tinggi
  • Pada jembatan
  • Pada tower
  • Pada rumah, dan lain-lain
Salah satu contoh pondasi tersebut pada gambar di samping.

Bibliografi
SNI 03-2827-1992, Metode pengujian lapangan dengan alat sondir.
ASTM D 1586-84 (1984), “Standard penetration test and split barrel sampling of soils”.
De Beer, E.E., Goelen, E., Heynen, W.J. and Joustra, K., 1988, “Cone penetration test (CPT)
: International reference test procedure”, in Penetration Testing 1988 Volume 1, Edited by J.
De Ruiter, A.A. Balkema, Rotterdam/ Brookfield , 1988.
FHWA NHI-01-031, “Manual on subsurface investigations”.
FHWA-TA-78-209 (1977), “Guidelines for Cone Penetration Test, Performance and Design“,
U.S. Department of Transportation, Federal Highway Administration, Offices of Research
and Development, Implementation Div. Washington, D.C., 20590, Juli 1977.
Schultze, E. & Muhs, H. (1967), “Bodenuntersuchungan fur Ingenieurbauten“, Springer –
Verlag , Berlin/ Heidelberg/ New York, page 147 – 169.